Kochimuitte


^-^v

Sabtu, 30 Oktober 2010

ABU MERAPI MENGHUJANI KOSAN SAYA

301010...pukul 00.40 WIB. Merapi erupsi kembali. Kata teman saya begitu. Tidak perlu dijelaskan pun saya sudah percaya ko, karena ABU MERAPINYA SUDAH SAMPAI KE KOSAN SAYA!!!!!
Iya beneran!
Kebetulan hari ini saya piket kosan dan nanti saya kulaihi jam 7 pagi, karena itulah saya bangun lebih pagi untuk piket. Ketika saya membereskan sandal, saya melihat ada bubuk abu-abu halus yang menempel di sandal-sandal. Terbersit curiga 'Jangan-jangan ini abu Merapi?' tapi saya sangkal sendiri, 'Ah mungkin debu biasa dari genting atau atap.' Tapi, ketika saya menengadah, ada abu halus beterbangan yang membuat mata saya pedih...'Hmm,,,jangan-jangan bener nih...?'
Ketika saya ceritakan hal itu ke salah satu mba kos saya, dia juga punya kecurigaan yang sama dan menjadi yakin bahwa debu itu memang abu Merapi saat kita melihat atap yang bertaburan zat halus abu-abu dari lantai dua. Ya Allah...
Selang beberapa menit kemudian, teman saya mengabari lewat pesan singkat bahwa tadi malam Merapi kembali erupsi, bahkan lebih besar dari sebelumnya. Huffftt...
Angkasa tak menampakkan warna birunya hari ini. Yang ada adalah putih agak keabu-abuan. Terselip rasa khawatir di hati kecil saya. Karena seumur-umur belum pernah merasakan kejadian seperti ini (ya iyalah...di kampung halaman saya di Bogor kan ga ada gunung berapinya...), tapi di lain sisi saya jadi merasa lebih istimewa dibandingkan teman-teman saya lainnya yang tidak berada di Jogja (haha...apa coba?!). Ini adalah termasuk keistimewaan Yogyakarta, bukan?!
Yaa...inilah resikonya tinggal di kota yang pernah terkena gempa dahsyat pada tahun 2006 lalu ini. Selama dua setengah tahun lebih sedikit, saya tinggal di kota ini, saya sudah pernah merasakan gempa, angin besar (saya bingung bagaimana menyebutnya, dibilang angin puting beliung tapi tidak terlalu besar, dibilang angin ribut juga bukan karena anginnya ga berisik hehe...) dan abu Merapi. Pengalaman yang tidak dirasakan oleh orang di luar Jogja. Tapi apapun itu saya berdoa...semoga kami, yang tinggal di Jogja, dilindungi dari segala hal-hal buruk yang mungkin terjadi (kasian emak saya yang jadi ketar-ketir gara-gara anak perempuannya kuliah di Jogja hehe...)...amiin...
(Untuk yang baca, kalau ada, tolong ikut mengaminkan yaa...!! Terima kasih)

SAYA DAN MASJID MBAH MARIDJAN

Tanggal 26 Oktober 2010 lalu Merapi mulai menumpahkan awan panasnya. Wedhus gembel kata orang sekitar sana. Jujur saja kala itu terjadi saya tengah mengerjakan tugas jadi saya termasuk kedalam orang yang 'telat' tau bahwa sore itu Merapi sudah muntah-muntah.
Esoknya saya searching di internet tentang kondisi Merapi (ga mau ketinggalan berita dong!!) dan di semua situs santer memberitakan tentang Mbah Maridjan. Ada yang bilang kalau bintang iklan salah satu minuman penambah energi itu masih hidup dan ada juga yang bilang bahwa simbah (Mbah Maridjan) ditemukan tewas di rumahnya bersama belasan lainnya. Yang terakhir terbukti benar.
Hati saya terenyuh saat membaca salah satu berita, di sana tertulis bahwa masjid yang dibangun oleh simbah, yang menggunakan uang hasil menjadi model iklan, telah hancur diterjang awan panas. Masih lekat dalam ingatan saya tentang masjid itu. Saya memang pernah ke sana, tahun lalu, ketika saya menjadi panitia makrab salah satu organisasi kampus. Kala itu kami bahkan menginap di pendopo samping rumah simbah. Melihat sendiri seperti apa sosok Mbah Maridjan (tidak hanya lewat TV), ketika itu beliau, dengan bahasa kromo inggilnya, bahkan sempat menasehati kami agar mengumpulkan sampah yang tercecer dan dibuang ke tempat sampah. Dan satu hal yang saya amati, simbah memakai baju batik.
Masih teringat saya akan masjid yang tidak terlalu besar namun apik itu. Terasnya kotor oleh jejak-jejak sandal kami yang penuh tanah dan lumpur karena saat itu sedang musim hujan (kalau tidak salah, dulu juga di bulan Oktober).
Rasanya sedih mengetahui bahwa tempat yang dulu pernah saya sambangi sekarang sudah tidak ada lagi. Meski (katanya) dari pihak produsen minuman yang diiklankan simbah mengatakan akan membangun kembali rumah dan masjid simbah tapi pasti rasanya tak akan sama, apalagi karena kini tidak ada lagi simbah. Saya seperti memiliki perasaan memiliki terhadap masjid itu, yaaahh....bukan memiliki seperti masjid itu seolah-olah milik saya, tapi memiliki karena dulu saya paling tidak, pernah menginjak lantainya yang berkeramik putih itu.
Dan bila suatu hari saya diminta untuk kembali menginap di tempat yang sama seperti saat saya makrab dulu maka akan dua pilihan, pertama saya akan menjawa "Ogah!! Ngeri gue!!" atau yang kedua saya akan mundur dari kepanitiaan...hehe...(tapi masih saya pertimbangkanlah...yang jelas tidak dalam waktu dekat ini lahhh....)

GIMANA KALO SAYA JADI RELAWAN MERAPI PART 2

281010...Sebenarnya saya diajak untuk jadi relawan Merapi oleh ketua himpunan saya, program dari BEM katanya.
Relawan Merapi?
Lah terus kok bisa saya yang diajak?
Kan badan saya mungil gini?
Itu yang ada di pikiran saya.
Seneng sih, berharap bisa punya pengalaman baru sebagai relawan. Tapi saya juga sekaligus takut.
Pasalnya Merapi baru sekali erupsi, dan erupsi tidak sama dengan meletus. Jadi masih ada kemungkinan Merapi akan meletus sewaktu-waktu. Dan kala itu, terbersit di benak saya bahwa saya belum siap mati...astagfirullah..
Karena saya adalah anak yang berbakti pada orangtua,saya pun meminta pendapat keduanya. Dari pihak emak bilang bahwa saya lebih baik mikirin dan belajar untuk UTS minggu depan, itu adalah bentuk halus dari kata TIDAK. Dari pihak babeh mengatakan bahwa saya harus tau dulu daerah yang akan saya sambangi nanti itu dimana jangan sampai saya membahayakan diri sendiri, nah yang ini ambigu nih. Berarti kalo daerahnya termasuk dalam jarak aman saya boleh ikut tapi kalo daerahnya deketan ma bahaya, masih deket ma Merapi gitu, saya ga boleh ikut. Dan saya memilih yang terakhir. SAYA URUNG IKUT, SODARA-SODARA!!
Bukan karena saya apatis atau tidak peduli. TApi saya pikir saya akan lebih membantu kalo saya ga ikut ke sana. Bisa-bisa saya disangka anak ilang di sana. Terus nanti kalo ada apa-apa, gempa atau erupsi lagi misalnya, terus terjadi kepanikan, nanti saya harus kemana? Yaa...itu sih cuma pikiran lebay saya aja, tapi bukan berarti itu ga mungkin terjadi kan?!
Nah daripada di sana nanti saya ngerepotin atau malah ngabis-ngabisin nasi mendingan saya di sini, ngetik ini terus dipublish hehe...

GIMANA KALO SAYA JADI RELAWAN MERAPI

Jawabannya ya ga gimana-gimana. Soalnya saya ga jadi jadi relawan Merapi..hehe..

Jumat, 29 Oktober 2010

Permainan Memasukkan Pulpen ke dalam Botol

Sabtu lalu saya dan teman2 ikut jadi panitia makrab jurusan, sebenernya males juga tapi karena kurang orang yaa...bolehlah...
Seperti kegiatan makrab pada umumnya, ada sarasehan,perkenalan himpunan..bla..bla...bla...bla..bla..bla...
Nah...Minggu siangnya diadakan acara outbond, saya sih lebih suka menyebutnya TREKING. Gimana engga dari pos 1 sampe pos ke-5 rutenya naujubilah...naik...naik...naikk...ke puncak gunung (hehe...)mending kalo ada eskalatornya, ini sih bener2 treking, kayak waktu jaman esempe dulu waktu nyari jejak pramuka. Jalannya tanah, licin pula karena baru saja terguyur hujan. Dan saya kebagian di pos terakhir, di paling atas...ckckck...
Tapi bolehlah...karena ada gazebonya dan pemandangan dari ketinggiannya memang mangstabzz...
Di sana saya dan seorang teman saya membuat permainan memasukkan pulpen ke dalam botol, itu loh yang pulpennya diikat ke tali yang banyak terus nanti talinya diikatkan di pinggang peserta terus satu peserta mangomandoi teman2nya biar pulpennya bisa masuk ke botol,tapi peserta yang pinggangnya diikat dengan tali ga boleh liat ke arah botol yang ada di belakang mereka.
Sepintas kelihatannya simpel dan gampang banget tapi faktanya banyak yang ngedumel, ada juga yang malah ganti komandan, ada juga yang bisa memasukkan tapi setelah sekian lama...(lama banget ngasih komandonya...).
Terus fungsinya main ini apa?
Ada.
Melatih berkomunikasi, melatih memahami kondisi, melatih kepercayaan. Lihat aja, peserta yang ngintip2 ke belakang tandanya dia ga percaya sama komandannya, kelompok yang butuh waktu lama buat masukkin pulpen berarti komandannya yang kurang bisa memainkan kata2,atau pesertanya yang kurang paham,biarpun ada juga sih yang cepet nyelesein permainan ini.
Biasanya orang2 yang memainkan permainan ini hanya menganggap enteng padahal dari sinilah kita bisa tau sesiapa saja yang berbakat jadi pemimpin,yang kemampuan linguistiknya bagus dan siapa saja yang berbakat jadi 'penonton'. Hmm...jadi berpikir...gimana kalo setiap orang yang berminat jadi pemimpin dites dulu pake permainan ini?^^8

Minggu, 24 Oktober 2010

241010

Hmm...lelah...tapi aku tidak mau menyerah pada rasa lelah ini...
sudah terlalu banyak yang kutunda, kuabaikan...dan percayalah Kawan, menunda itu masalah!!!